Wednesday, March 19, 2014

[Review] Cerpen Bernard Batubara: Bulu Mata Seorang Perempuan

Judul cerpen: Bulu Mata Seorang Perempuan
Penulis: Bernard Batubara

Cerita pendek yang mengisahkan tentang seorang pemuda yang menemukan sehelai bulu mata pada buku pinjaman ini memiliki alur yang sangat mudah diikuti. Pembaca dibuat santai dan tanpa sadar menyelami setiap adegan yang dialami tokoh utama. Pergolakan alur juga terasa halus, tidak terkesan memaksakan konflik. Ending yang dibuat menggantung dapat dengan sukses memainkan perasaan pembaca. Sebuah cerpen dengan bahasa yang ringan namun tidak meninggalkan unsur-unsur yang memperkuat cerpen ini sendiri.


-dalam rangka tugas kuliah Dasar Jurnalistik-

Wednesday, March 12, 2014

Minggu Pagi yang Tidak Biasa

Saat itu Minggu, 9 Maret 2014. Pukul setengah delapan pagi aku sudah berada di sebuah taman favorit kota Pahlawan yang meraih beberapa penghargaan bergengsi, Taman Bungkul. Ya, setiap hari Minggu memang kawasan Taman Bungkul dibebaskan dari segala bentuk kendaraan bermotor, yang biasa disebut dengan Car Free Day (CFD). Hari itu, aku berkumpul dengan beberapa teman untuk mengajak warga Surabaya yang sedang CFD-an untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan menghemat kertas dan tisu. Kami membuat sebuah mini workshop perihal bagaimana membuat kertas-kertas bekas menjadi satu barang yang lebih berguna. Banyak barang baru yang kami buat dalam mini workshop tersebut, diantaranya paperbag dari kalender bekas, pigora foto dari kertas karton bekas, dan masih banyak lainnya. Tidak hanya itu, kami juga memberi beberapa warga Surabaya yang membawa botol minum isi ulang secara cuma-cuma karena telah ikut peduli lingkungan dengan tidak membeli air minum kemasan. Aku tidak pernah mengira menyebarkan cinta terhadap Bumi akan semenyenangkan ini.



-dalam rangka tugas kuliah Dasar Jurnalistik-

Sunday, March 2, 2014

Rasanya Tidak Rela #30

Halo, Bosse @PosCinta!
Hari ini tepat tiga puluh hari program #30HariMenulisSuratCinta yang aku dan teman-teman pecinta lain ikuti. Itu artinya, hari ini adalah hari terakhir aku bisa mengirimkan surat cinta melalui bantuan Bosse dan tukang pos lain. Sedih rasanya, ada sedikit ketidak-ikhlasan untuk mengakhirinya. Aku seperti sudah menjadi bagian dalam rutinitas menulis yang awalnya memaksaku untuk memeras otak, merangkai kata demi kata menjadi satu surat cinta yang indah.

Tapi, Bosse, ada kabar baik. Kabar baiknya adalah aku berhasil beristiqomah selama tiga puluh hari berturut-turut tanpa cela demi merampungkan #30HariMenulisSuratCinta. Ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup pesat buatku. Karena sebelumnya aku juga sudah pernah mengikuti program menulis serupa, namun hasilnya tidak seberhasil ini. Selalu ada saja hari yang terlewat. Namun kali ini tidak. Aku berhasil, Bosse! Aku berhasil!

Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Bosse yang sudah memberikan ruang bagiku dan kawan-kawan pecinta lain untuk menyebarkan cinta melalui surat-surat yang kami tulis. Terima kasih juga karena sudah memfasilitasiku untuk mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini hanya mampu kupendam lewat program Surat Kaleng. Aku benar-benar lega telah menyatakan apa yang kurasa pada seseorang di sana, Bosse. Yah, walaupun masih tersisa deg-degannya, sih. Hehehe.

Oiya, kabarnya Bosse mengadakan gathering di Bandung, ya? Andai saja Bosse juga mengadakannya di Surabaya, aku pasti datang. Aku ingin bertemu para pecinta, tukang pos, dan Bosse tentunya, secara langsung. Pasti sangat menyenangkan bisa kopi darat bersama kalian. Adakanlah di Surabaya dong, Bosse... Ya?

Ah, belum apa-apa aku sudah rindu menulis surat cinta lagi. Untuk menunggu hingga tahun depan rasanya tak sanggup. Tapi sekali lagi aku benar-benar mengucapkan terima kasih pada Bosse dan para tukang pos yang sudah mau direpotkan oleh kami para pecinta untuk mengirimkan surat-surat cinta yang kami tulis. Terima kasih, aku sayang kalian!

Sampai jumpa di #30HariMenulisSuratCinta selanjutnya, Bosse dan kawan-kawan! :D



Surabaya, 2 Maret 2014.
Rizky Nindy Lestari.

Saturday, March 1, 2014

Jangan Meredup #29

Hei kau, perempuan yang penuh energi.
Jangan kira aku tak tahu apa yang sedang kau alami saat ini. Walau kau tak pernah bercerita banyak, aku bisa melihat dari sorot matamu yang kadang sendu. Bukannya aku mau sok tahu, tapi percayalah, aku pernah berada di posisimu. Di posisi yang menuntut kita untuk tetap tersenyum dan ceria di manapun kapanpun tanpa pedulikan hati yang sedang kalut.

Akhir-akhir ini, kulihat pandanganmu sering menerawang jauh. Entah apa yang sedang kau pikirkan namun kuyakin, itu pasti bukanlah hal yang bisa kau atasi dengan mudah. Ketahuilah, wahai perempuan yang penuh energi, kau tidak sendiri. Jika kau butuh tempat untuk meluapkan dan melupakan segala beban barang sebentar, kau bisa panggil aku. Kau bisa datangi aku kapan saja. Dengan senang hati aku akan mendengarkan keluh kesahmu, cerita-ceritamu, karena aku tahu rasanya tidak didengar dan tidak punya siapapun untuk berbagi duka.

Hai perempuan yang penuh energi,
kau pernah berkata padaku bahwa kau marah pada dunia. Bahwa dunia tidak pernah adil. Bahwa untuk mendapat sedikit simpati saja harus berparas cantik. Bahwa untuk dihargai saja harus menjadi penjilat. Aku memahami amarahmu. Aku juga pernah memikirkan hal yang sama. Namun kau salah. Kau cantik, dalam caramu sendiri yang memang tak semua orang dapat lihat dengan kasat mata. Kau tidak perlu menjadi penjilat untuk dapat dihargai karena aku dan beberapa orang di sekeliling menghargaimu. Dunia memang tidak adil, sayang, namun ingatlah, ada sang Maha Adil.

Aku tidak ingin melihat energi-energi positif yang selalu kau pancarkan meredup, kemudian lambat laun menghilang. Aku ingin kau kembali bersinar seperti dahulu kala, kembali percaya diri, kembali menjadi dirimu yang kukenal selalu ceria di mana saja. Aku ingin kau tahu, aku akan selalu membantumu setiap saat kau butuh bantuanku.



Pasuruan, 1 Maret 2014.
Dari yang benar-benar memahami perasaanmu.