Thursday, August 29, 2013

Random

Hi everyone! It's been so long since my last post. Well, I never have the chance to say... Happy Eid-al Fitr 1434 H to you who celebrate. May Allah gives us the power to forgive and forget. Aamiin. :)

Yang kemarin-kemarin sempat baca blogku, pasti udah tau kalau aku ikutan #CeritaDariKamar-nya mas Bara. Namun sayang sekali pemirsah, aku hanya mampu beristiqomah selama tujuh hari saja, padahal dari awal sudah diniati mau diselesein sebulan penuh. Tapi apa daya, beberapa hari belakangan ini ada beberapa hal yang menyibukkanku sehingga nggak sempat buka laptop, apalagi buat nulis blog. Hari ini baru bisa buka blogger namun aku sudah ketinggalan jauh berpuluh-puluh hari dan aku nggak sanggup mengejar ketertinggalannya. Maka, dengan sangat menyesal, kunyatakan; aku berhenti dari proyek #CeritaDariKamar. :(

Oke, terlepas dari proyeknya mas Bara, ada sesuatu yang pengen aku tulis di postingan kali ini. Berawal dari ngomel-ngomel nggak jelas beberapa hari lalu.



Pernah denger kata 'magabut', nggak? Magabut itu akronim dari MAkan GAji BUTa (gede kecil gini mirip alay ya jadinya). Beberapa dari temen-temenku mengartikan magabut sebagai nggak ngapa-ngapain, bengong, cengo, nggak kerja, dan makan gaji buta dalam arti yang sesungguhnya. Sebenernya aku nggak ada masalah sama akronim buatan entah siapa ini, tapi ada hal yang mengganggu dari beberapa orang di sekelilingku yang sangat doyan sekali (iya, dikasih sangat sama sekali karena emang begitu faktanya) menyebutkan kata 'magabut'.

Awalnya, aku nggak begitu merasa terganggu dengan mereka yang doyan bilang 'magabut' seenak jidat. Hingga akhirnya aku berada di suatu kepanitiaan di mana aku bertindak sebagai salah satu anggota sie yang cukup penting. Sie tempatku bernaung (halah), memang lebih banyak membutuhkan otak ketimbang tenaga dalam peranannya. Aku, yang pada dasarnya nggak terlalu suka organisasi, jarang terlihat ikutan ngumpul ketika ada rapat dsb. Tapi bukan berarti aku nggak peduli sama kelangsungan acara tadi. Aku memang tipe orang yang males kumpul-kumpul semacam rapat gitu (apalagi kalau udah ngasih opini tapi nggak didengerin), namun aku bukan tipe orang yang mengabaikan tanggung jawab.

Bentuk tanggung jawabku saat itu adalah, nyumbang ide-ide ke koordinator sie-ku, yang mana temen deket aku sendiri. Dia juga sering diskusi sama aku mengenai konsep acara tersebut di luar forum, aku pun sering ngutarain pendapat-pendapatku ke dia, yang alhamdulillah disambut baik dan terutama, didengarkan.

Bukan tanpa alasan pada waktu itu aku sering terlambat datang ke acara rapat sie maupun flooring ke panitia dari sie lainnya. Memang ada sesuatu yang lebih penting (menurutku) dan harus diutamakan. Tapi seringkali, orang-orang di sekelilingku memandang aku dan hasil pemikiranku dengan sebelah mata. Dan, di sanalah kegenggesan kata magabut mulai kurasa.

Ada beberapa orang yang hanya melihat kinerja kita dari luarnya aja, tanpa tau bagaimana proses kita dalam mendukung kinerja luar kita dan partner kita. Ada beberapa orang yang mindsetnya adalah "Elo kelihatan kerja kalo elo ada di tempat, nongolin diri, dan bantu-bantu tenaga. Atau seenggaknya, elo ada deh. Pokoknya elo harus hadir.". Ada beberapa orang yang menganggap remeh kemampuan kita, dan seringkali mengabaikan usaha kecil kita yang justru berdampak besar. Ada beberapa orang yang maksa orang-orang lainnya untuk ikut serta - orangnya terpaksa ikut - yang dipaksa nggak niat - dan nyalahin orang yang dipaksa tadi. Ada beberapa orang yang magabut teriak magabut, a.k.a No Action Talk Only.

Ya. Tipe-tipe yang aku sebutin tadi, ada semua dalam lingkungan yang kujalani kini. Aku pernah merasakan bagaimana diremehkan, bagaimana usaha kita nggak dihargai, bagaimana aku dianggap magabut, dan hal-hal nggak ngenakin lainnya.

Sebel?
Kesel?
Marah?
Pasti.

Di awal-awal aku masuk lingkungan ini, aku nggak bisa ngendaliin emosi. Ada yang ngomong nggak enak, langsung kepancing. Ada yang nyindir, balik nyindir. Ada yang matiin semangat, langsung ngambek. Okay, I know it's kinda childish.
Mulanya, aku termasuk individu yang selo aja ngadepin orang ataupun masalah. Tapi pas masuk lingkungan ini, yang ada malah aku gitu terus sampe temenku bilang kalau aku 'nakutin'. Yah, aku paham kenapa mereka bilang aku serem. Ya karena emosi yang nggak kekontrol itu. Walaupun akunya sering cengengesan dan nyengir di mana aja sama siapa aja loh. #BukanPembelaan #FaktaMembuktikan

Jadi.. Ehm, *benerin jilbab* gini ya, dear orang-orang yang doyan teriak magabut..
Dalam suatu kepanitiaan, ada dua jenis skill yang dibutuhkan; tenaga dan pikiran. Kalau kalian pikir dengan ketidak hadiran seseorang dalam suatu rapat, forum, flooring, dsb. itu dianggap magabut alias nggak kerja, coba kalian telaah lebih dalam. Yang kalian maksud magabut itu sebener-benernya emang karena dianya nggak kerja, atau kalian yang nggak tau kalau dia kerja? Ada beberapa orang yang kadang suka sok nongolin diri biar dianggep kerja, dan ada beberapa yang justru kerja mereka sangat berpengaruh tapi nggak show off.

Atau gini deh. Kalau kalian menganggap seseorang magabut ketika dia nggak berkontribusi apapun dalam bantu-bantu sana sini, coba telaah. Dia berkontribusi nggak dalam pengonsepan juga ide-ide demi keberlangsungan suatu acara? Kerja itu kan bukan cuman dengan tenaga. Otak pun dibutuhin.
Merasa nggak adil karena beberapa kerja tenaga dan yang lainnya leha-leha dengan 'cuman' kerja otak? Merasa yang kerja tenaga lebih capek dari yang kerja otak? Jangan salah. Kerja otak itu bukan sesuatu yang pantas disebut leha-leha, bro, sis. Dan lagi, kerja otak itu capeknya dobel karena mikir dan nemuin satu pemikiran yang nggak cupu biar acaranya sukses.

Atau, merasa nggak adil dan masih nganggap seseorang magabut ketika dia jarang dateng waktu rapat? Inget-inget dulu, dia ngungkapin pemikiran yang cukup brilian nggak pas sekalinya dia dateng rapat? Telusuri dulu alasan dia nggak ikut rapat apa, jangan langsung bikin judgement yang nganggep dia males, nggak mau berkontribusi, nggak niat, atau hal-hal berbau negatif lainnya. Kalau ternyata dia nggak niat, mungkin, kamu maksa dia buat ikutan jadi panitia, biar dia ngerasain juga capeknya kamu. Mungkin loh yaa..

Menurutku sih, nggak penting seberapa sering dia hadir waktu rapat ngomongin masalah kepanitiaan dan printilan-printilan lainnya buat suatu acara, tapi sebisa apa dia ngasih masukan ide-ide yang ngebangun dan justru bikin sukses acara tersebut. Karena buat aku, kuantitas itu nggak penting. Yang penting adalah kualitas.

Dengan menganut pemikiran-pemikiran yang udah aku ceritain tadi, nggak heran aku sering mangkel, bete, kesel, sebel, pengen ngamuk, ketika ada yang neriakin aku magabut atau mandang aku sebelah mata. Tapi itu dulu.
Sekarang? Alhamdulillah, beberapa bulan ini aku berhasil ngontrol emosi terhadap beberapa hal, termasuk lingkungan tadi. Padahal nih, nggak keitung udah berapa banyak kejadian yang bikin aku pengen ngamuk karena beberapa orang bertipe seperti yang kuceritain, dan juga ada yang bikin suatu hal fatal yang, mungkin kalau kamu berada di posisiku, bakalan ngamuk entah kaya gimana. Tapi aku tahan. Aku lebih milih nggak ambil pusing ngurusin orang-orang yang pikirannya masih kaya gitu, yang belum bisa nempatin diri di sisi yang lain, yang mindsetnya masih old-skool. To me, people with that kind of mindset are so lame. Kudet.

Itulah mengapa aku juga nggak gampang neriakin orang magabut. Karena ketika kita hanya melihat apa yang kita lihat, hanya mendengar apa yang kita dengar, tanpa coba mencari tahu dari sisi-sisi lainnya, kita tidak akan pernah tau apa yang sesungguhnya terjadi. (widih, kalimatnyaaa)


Kesimpulan dari postingan random nggak jelas ini adalah:
Humans are like batteries. They have both positive and negative sides. (emang iya kesimpulannya gitu? Iyain aja deh biar cepet.)




(Tunggu dulu, kok kayanya postingan ini ngejudge juga ya? Well, what I'm trying to say here is what's bothering my mind. That's all. No intention to offend or hurt anybody.)

No comments:

Post a Comment

Thanks for stopping by. You seem nice. You are welcome to leave any comments here.