Tuesday, December 31, 2013

Hal Ini #17

Hai.
Kita (akhirnya) sampai di penghujung tahun 2013. Satu pertanyaan klasik yang sering dan hampir selalu ditanyakan di akhir tahun, “Gimana resolusi tahun ini?”

Pertanyaan ini rupanya aku temui juga. Yah memang bukan ditanyakan langsung sih, tapi aku baca di linimasa twitter beberapa jam yang lalu. Secara nggak sadar, aku menjawab pertanyaan itu sendiri dalam hati.
“Alhamdulillah beberapa tercapai, walau yang nggak tercapai lebih banyak, sih. Heuheu..”

Seputar resolusi, aku percaya kita pasti pengen resolusi yang udah dibuat tercapai semua. Itu memang tergantung usaha kita juga sih, gimana caranya biar apa yang udah kita rencanain itu terwujud, nggak hanya jadi sekadar tulisan yang dipajang di kamar aja.
Mengenai resolusi tahun depan, 2014, aku belum tahu apa aja yang mau dimasukin dalam list. Mungkin resolusi yang belum tercapai di tahun ini bakalan kumasukin lagi, biar aku usaha lebih keras lagi untuk mewujudkannya. Bagaimana dengan kalian? Sudah menyiapkan daftar resolusi untuk tahun depan? Sudah berapa nomor yang dicoret dari resolusi tahun ini?

Well, pergantian tahun identik dengan perayaan malam tahun baru. Itu tuh, perayaan di mana kebanyakan orang bakalan keluar entah ke mana sambil tiup-tiup terompet di malam tanggal 31 Desember. Nah, aku punya beberapa cerita nih mengenai perayaan malam tahun baru.


Monday, December 30, 2013

Hal Ini #16

Siapa yang tidak suka bermimpi indah?

Pertanyaan sederhana ini punya satu jawaban yang pasti: tak satupun.
Seperti halnya orang kebanyakan, aku suka sekali bermimpi. Berangan-angan. Berkhayal. Yang bagi sebagian orang mungkin itu adalah hal bodoh yang tidak seharusnya dilakukan lagi oleh seorang gadis berusia hampir sembilan belas tahun.

Pagi tadi, aku terbangun dengan mimpi indah. Tentangmu.
Dalam mimpiku semalam, kau tiba-tiba saja datang membantu motorku yang tak mau menyala. Lalu kau membawaku ke sebuah tempat yang aku tak tahu apa dan di mana. Setibanya di tempat itu, kau bercerita banyak hal. Kau menarik dan menggenggam tanganku, lebih dekat ke arahmu, semakin dekat. Kau berceloteh ini itu dan aku tersenyum sangat antusias mendengarnya. Lalu kau membawaku berjalan pergi, ke suatu tempat yang asing dan menyeramkan. Di tengah ketakutanku, kau mendekapku dan menggendongku.

Sampai di cerita ini, aku tersenyum bahagia --dalam mimpi--. Di atas lenganmu aku berbaring, melingkarkan kedua tanganku ke lehermu, masih ketakutan. Namun kau meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku menenggelamkan kepalaku dalam dadamu yang nyaman. Melihatku seperti itu, kau mengecup pipiku. Lembut dan hangat.

Mimpi indahku ini terlalu panjang untuk dituliskan, biarlah cukup aku dan mimpiku yang tahu cerita lengkapnya. Bahkan dalam mimpi saja, kau terlalu indah untuk diceritakan.

Saat aku membuka mata, aku terduduk terdiam. Aku mengingat-ingat apa yang terjadi dalam mimpi --yang sesungguhnya ingin sekali kuharapkan menyata--. Tak bisa kuelakkan, senyum pun mengembang dari wajahku yang awut-awutan akibat istirahat yang terlalu nyenyak. Namun seketika kusadari, ini semua hanyalah mimpi.

Aku merindukan saat-saat di mana kenyataan jauh lebih indah dibanding mimpi. Sudah cukup lama aku tak merasakannya. Aku ingin kembali bersemangat menyambut hari-hari yang melelahkan. Aku ingin kau yang menjadi penyebabnya.


Ah, andai saja seluruh keindahan pagi tadi bukanlah sebuah mimpi belaka.

Hal Ini #15

"Menulislah ketika suaramu tak didengar. Menulislah ketika pendapatmu dibantahkan. Menulislah ketika idemu diabaikan. Yang terpenting, menulislah ketika kamu ingin. The power of writing."

"Kalo dengan membaca adalah kita bisa melihat dunia lalu menurutku dengan menulis dunia akan melihat kita..."

"Cuma passion yang bikin bekerja bagaikan berkarya."

-Beberapa penggal kalimat yang kudapat setelah membaca blogpost ini tentang kenapa menulis. Cukup mewakilkan perasaan.

Hal Ini #14

Pernahkah kau rasakan, saat kau begitu semangat akan sesuatu namun tiba-tiba saja sesuatu atau seseorang mematahkan semangatmu?

Aku sedang merasakannya. Sekarang.
Menulis tidak pernah membuatku tidak bergairah. Bahkan bisa kukatakan, menulis adalah salah satu obat akan kesedihan dan kesepianku. Karena hanya dengan menulis, aku bisa bercerita banyak hal. Menulis juga menjadi salah satu tempat pelarianku ketika tidak ada yang mendengar. Memangnya sejak kapan ada yang mau mendengarku?

Ada yang mau mendengarku. Mama dan Allah. Tanpa kehadiran mama dan Allah, aku tidak tahu akan jadi apa aku ini. Tersiksa beban hidup sendiri tanpa seorang pun berniat menawarkan bantuan. Jangankan bantuan, untuk sekadar menjadi tempatku berkeluh kesah pun, tak terbesit di pikiran mereka.

Aku tidak tahu apa yang sedang kurasakan saat ini. Sedih, tidak bergairah, kecewa, entahlah. Seperti aku tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Allah untukku. Tapi aku sungguh bertanya-tanya, hal apakah yang demikian hebatnya mampu membuat gairah menulisku tak lagi membara seperti beberapa jam yang lalu? Aneh sekali karena aku benar-benar tak mengetahui apa sebabnya.

Friday, December 27, 2013

Hal Ini #13

Halo.
Mungkin untuk beberapa waktu ke depan, hingga hari Minggu, aku tidak dapat meramaikan blog ini dengan tulisan #30HariMenulis karena suatu kesibukan. Maka, dengan sangat berat hati, aku meminta ijin (pada diri sendiri) untuk bolos hingga hari Minggu, dan membayar hutang menulis di hari berikutnya sebanyak jumlah hari yang ditinggalkan. Maaf sekali. :(

Oh, iya. Aku ingin bertanya, pernahkah kalian dikecewakan seorang teman dekat? Mmm..., seorang sahabat, misalnya?
Aku pernah. Hampir selalu.
Namun aku tidak pernah bercerita kepada siapapun mengenainya. Bahkan pada mama pun tidak. Bukan maksudku melindungi atau menutupi apa yang sudah mereka lakukan padaku, tapi rasa-rasanya, hal-hal seperti dikecewakan itu pasti akan menimbulkan luka. Dan ketika aku menceritakan luka itu pada orang lain, akan semakin sulit bagiku untuk menyembuhkannya. Maka kuputuskan saja untuk tidak berbagi cerita perihal dikecewakan sahabat kepada siapapun, kecuali Allah.

Kalau kalian pikir aku ini cuek, tidak pedulikan apapun yang menghadang, rintangan, halangan, bahkan perasaan, sudah bisa dipastikan, kalian salah besar. Jauh di balik itu semua, aku menyimpan apa yang menjadi beban pikiran rapat-rapat. Aku memang terlihat bagaikan seorang yang sangat ekstrovert menurut tampilan luar.

Kadang aku berpikir, mungkinkah aku memiliki kepribadian ganda; sebagai seorang introvert dan ekstrovert? Lalu apakah di luar sana ada yang seperti aku? Yang berusaha tampak ceria luar biasa dan baik-baik saja walau sesungguhnya kesepian dan butuh pendengar? Kalau toh memang ada, aku ingin bergabung. Siapa tahu kalian dan aku, kita, dapat saling bertukar cerita dan menjadi pendengar yang baik bagi yang sama membutuhkannya sepertiku.

Thursday, December 26, 2013

Hal Ini #12

Aku tak tahu harus bersikap bagaimana ketika sedang berhadapan denganmu. Haruskah aku tersenyum lalu menanyakan kabarmu, ataukah melenggang bebas dan berlagak mengacuhkanmu? Keduanya sulit dan tak ingin kulakukan. Namun aku butuh petunjuk perihal cara menghadapimu.

Kau bukan momok yang harus kutakuti, bukan pula artis yang pasti digemari. Kau hanyalah kau, seseorang yang mampu buat tidurku tak nyenyak karena pikirkan waktu untuk kita bertemu yang entah kapan.
Tapi fakta sederhana bahwa kau adalah kau sungguh menyiksa. Sebab, itulah yang kini menghantuiku ke manapun kupergi.

Sebelum ruang hati ini kau sesaki, aku tidak pernah mempedulikan gaya bicaraku padamu. Aku juga tidak pernah mempedulikan penampilanku yang sekenanya ketika berjumpa denganmu. Aku juga tidak pernah memperhatikan apa saja yang kau suka dan tidak sukai dari seorang gadis. Karena dulu, semua hal tentangmu tak dapatkan peranan penting dalam hidupku.

Kini, setelah segalanya berkebalikan, aku mencemaskan keadaanku sendiri. Bisa kubilang aku tak lagi percaya diri ketika mata kita tanpa sengaja bertemu. Atau memang sengaja kita pertemukan --karena terlibat sebuah pembicaraan--. Aku tak lagi tahu langkah apa yang harus kuperbuat selanjutnya setelah kita terdiam beberapa saat dengan pandangan mata yang sama-sama belum lepas.


Sejujurnya aku bertanya-tanya, apakah kau juga rasakan hal yang sama? Rasakan kebingungan atas apa yang akan kau lakukan ketika bertemu denganku? Sungguh, aku ingin tahu.

Wednesday, December 25, 2013

Hal Ini #11

Satu hal yang kusadari menjadi sisi freak dalam diri: aku suka mencari sesuatu yang berhubungan denganku di kolom pencarian Google.

Iya.
Sangat aneh, begitukah menurutmu?
Aku tidak tahu sejak kapan aku suka menuliskan nama lengkapku sendiri, menuliskan judul blogku, menuliskan username twitter, bahkan beberapa penggal kalimat yang kutulis dalam satu blogpost di search bar Google. Namun, dari hobi anehku ini, aku jadi tahu beberapa hal yang mengejutkan. Yang akan kuceritakan ini salah satunya.

Niat awalku, ingin tahu siapa saja yang kira-kira mengikuti keisenganku melanjutkan proyek #30HariMenulis. Maka, kutulis saja #30HariMenulis dalam kolom pencarian, lalu kutekan tombol Enter. Sejurus kemudian, muncullah beberapa blog dengan tag yang sama. Sebelum aku mulai kegeeran, kuperhatikan tanggalnya. Tahun 2010.

Kaget.
Mungkinkah ada orang sebelum aku yang sudah menemukan ide ini terlebih dahulu?
Dari pada dibunuh rasa penasaran, kuarahkan kursor mouse menuju satu hasil teratas. Klik. Kubaca baik-baik, dan... yak. Ternyata memang sudah ada orang sebelum aku yang menemukan ide ini terlebih dahulu.

Namun setelah kubaca konsep sang penggagas dengan cermat, aku sedikit lega karena kami memiliki gagasan yang berbeda. Ide sebelumnya adalah menulis di blog selama 30 hari dengan satu hari satu tulisan, dan format judul tulisan adalah Day 1: [Judul Tulisan], Day 2: [Judul Tulisan], begitu seterusnya.

Hmm, seandainya saja aku tahu hal ini lebih awal, mungkin aku akan melanjutkan gagasan itu. Visi kami sebetulnya sama, ingin lebih produktif dalam menghasilkan tulisan dan yang terpenting, istiqomah. Jadi, mari kita lanjutkan saja misi #30HariMenulis versi milikku ini hingga 16 Januari tahun depan.

Hal Ini #10

Maafkan karena kemarin tidak sempat menuliskan sesuatu untuk proyek #30HariMenulis. Sebagai gantinya, aku akan membuat dua tulisan hari ini.

Kemarin, sahabat lama sekaligus (mantan) teman satu kamar kos, Ayu, akhirnya menemukan kesempatan untuk bertemu aku dan teman-teman lain. Senang? Bahagia? Gembira? Sudah pasti. Kami sudah lama menanti saat kepulangan Ayu ke Surabaya, bahkan kami sudah membuat daftar apa-apa saja yang akan dilakukan selama Ayu di Surabaya.

Tapi...
Ternyata harapan nggak sejalan dengan kenyataan. Ayu cuman punya waktu nggak sampai dua hari di Surabaya. Kemarin dia datang pukul delapan malam, yang artinya nggak memungkinan bagi kami untuk menghabiskan waktu di luar. Setelah melalui satu diskusi panjang, akhirnya kami putuskan untuk mengenang masa-masa ketika Ayu masih merantau di kota yang sama dengan kami esok hari (hari ini).

Pagi ini, kami mengawali hari dengan pergi ke kampus. Awalnya sih, karena aku memang ada kumpul untuk satu acara jurusan, namun ternyata Ayu menyusulku dan kami berjumpa beberapa teman. Selepas dari kampus kami beranjak mencari tempat makan. Kami berangkat berlima; Ayu, Aku, Yesi, Ravita, dan Sarah. Tapi setelah makan siang, Sarah terpaksa balik duluan karena ada janji. Yah, walau tanpa Sarah, acara melepas rindu bareng Ayu harus tetep jalan, dong! Makaaa, kami pun tancap gas menuju Tunjungan Plaza (TP).

Tentu saja di sana kami tidak melewatkan satu hal yang sangat ingin kami lakukan dan masuk dalam to do list saat bertemu Ayu; photo box! Yap. Kami menunggu antrean yang, wuh, panjaaaang sekali. Kukira di hari libur ini mereka tidak punya kegiatan lain selain menangkap diri mereka sendiri dalam beberapa lembar gambar berwarna, tapi hey, aku juga melakukannya!
Setelah menunggu cukup lama, kami berempat pun masuk ke dalam 'kotak' ajaib yang bisa menghasilkan lembaran foto. Bergaya begini, bergaya begitu, ah, sungguh menyenangkan. Satu hal yang jarang bisa kami lakukan bersama Ayu. Hal ini, kusebut dengan "Menangkap Momen".

Seperti kata orang, setiap pertemuan pasti ada perpisahan.
Sekarang, Ayu sudah kembali ke kota kelahirannya, Kediri. Untuk beberapa lama, kami tidak akan bisa bertukar cerita penuh ekspresi lagi. Memberi lambaian selamat tinggal dan kecupan pipi kanan-kiri pada Ayu hampir membuatku tersedu. Aaaah Ayuuu, aku masih rindu padamuuu.

Oh iya, nanti akan kuunggah video yang telah kami buat untuk ulang tahun Ayu yang ke-19 pada 17 Desember lalu. Kalian, yang membaca blog ini, bisa coba cek videonya di akun YouTube aku.

Monday, December 23, 2013

Hal Ini #9

Tiada yang bisa mengalahkan kelegaan setelah mencurahkan isi hati pada seorang ibu. Mendengar suara mama di seberang telepon sana, hatiku rasanya plong. Dengan sabar mama mendengarkan segala keluh kesahku melalui sambungan telepon. Aku bercerita ini dan itu hingga tak sadar suaraku mulai bergetar, makin lama makin terbata. Lalu dengan suara lembutnya mama berkata, “Udah nggak usah nangis… Nggak apa-apa nak, nggak usah dipikir…” Aku hanya mampu terdiam.

Kemudian mama melanjutkan ucapannya. “Ini cuman kerikil kecil, nggak usah terlalu dipikir. Berarti mbak Kiky ini udah melewati proses jadi calon pemimpin. Kamu kalau mama lihat kan sudah berubah, dulu dikit-dikit nangis, sekarang sudah mulai tegar. Kamu harus tegas, nak. Kalau kamu nggak bisa ngatasin gini aja, nanti gimana kalau di luar negeri, nggak ada mama? Hayo…”
Tangisanku makin menjadi.

Ah, mama ini. Tak pernah kulewati seharipun tanpa bersyukur pada Allah karena mengirimiku malaikat seperti mama. Setiap masalah apapun yang membebani, terasa ringan begitu aku membagi cerita dengan mama.

“Udah, sekarang mbak Kiky istirahat aja. Kamu di mana sekarang? Udah makan? Udah solat? Kalau malam gini nggak apa-apa minum demacolin aja. Ndang sembuh, jangan sakit-sakitan, jangan kecapekan…”

Entahlah, diperhatikan mama seperti ini harusnya aku merasa senang. Aku memang senang, namun air mata tetap tak henti mengucur deras membasahi pipi. Menceritakan apa yang membuat sesak hati pada mama terkadang memberikanku perasaan bersalah. Mama sudah terlalu banyak beban pikiran, dan sekarang, aku malah menambahi pikiran mama. Tapi harus pada siapa lagi aku bercerita kalau bukan pada mama? Hanya mama yang mengerti aku, yang mampu membuatku tenang, penyemangat hari-hariku kala aku bersedih.

Aku rindu mama.
Maafkan aku karena selalu menjadi beban untukmu, Ma. Doakan semoga aku bisa segera membahagiakanmu.

Sunday, December 22, 2013

Hal Ini #8

“Buatku sih, asalkan sudah mengungkapkan dan mengutarakan yang sesungguhnya, pasti bakalan terasa lega. Ya kan?”
“Nggak. Sebenernya yang bikin lega itu satu; kalau kita bisa menerima keadaan.”

-Penggalan percakapan dengan seorang teman malam tadi. Dan aku setuju.

Saturday, December 21, 2013

Hal Ini #7

Sejak saat itu, hari-hariku selalu kuhabiskan dengan mengutuk diri sendiri. Tiap desir itu terasa, dan aku mulai melengkungkan senyum, tiap itu pula aku seakan tertampar oleh kenyataan. Kenyataan bahwa aku hanyalah seorang pemuja rahasiamu dan kau tak akan menyadari keberadaanku.

Sungguh aku tak ingin menyalahartikan tatapan matamu yang meneduhkan; senyuman di wajahmu yang menghangatkan; juga kalimat-kalimat yang meluncur keluar dari bibirmu yang membuat perasaan tak keruan.

Mendapatkan perhatian-perhatian kecil darimu, yang sebelumnya kuanggap biasa saja, kini membikin hariku berwarna, bak pelangi setelah hujan. Bodohnya, aku selalu berharap agar kau lakukan hal-hal kecilmu yang sangat kunanti itu setiap kau bertemu aku.

Walau kutahu, kau tak akan.

Aku masih belum mengerti, mengapalah harus padamu aku menaruh rasa; seseorang yang tak pernah kuduga sebelumnya. Aku juga masih belum mengerti, mengapalah harus kurasakan perasaan ini sekarang; di waktu yang memang benar-benar tidak tepat. Aku pun masih belum mengerti, mengapalah kau lakukan banyak hal yang membuatku makin sulit melenyapkan perasaan yang tak sepantasnya ini.

Di sini, di kejauhan ini, aku menunggu saat di mana pada akhirnya aku akan berhenti menjadi pemain adegan penuh kepura-puraan yang handal. Saat di mana pada akhirnya aku berhenti mengutuk diri sendiri. Saat di mana pada akhirnya aku tak lagi bohongi satu perasaan yang kini terus bertahan. Saat di mana pada akhirnya aku akan utarakan apa yang ada dalam hati.

Hal Ini #6

Menjadi seseorang yang menikmati indahmu dari jauh itu sudah cukup bagiku. Jika pada satu waktu mata kita bertaut, lalu kau dan aku sama menyungging senyum; kuanggap itu bonus. Karena melihatmu tersenyum melihatku, adalah hal yang kudamba saat ini.

Friday, December 20, 2013

Hal Ini #5

Déjà vu (pengucapan dalam bahasa Inggris: /ˈdeɪʒɑː ˈvuː/, pengucapan bahasa Perancis: [/deˈʒa ˈvyː/]) adalah sebuah frasa Perancis yang artinya secara harafiah adalah "pernah melihat" atau "pernah merasa". Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para (παρα) yang artinya ialah "sejajar" dan mnimi (μνήμη) "ingatan".

Pernahkah kau mengalami apa yang mereka sebut déjà vu?
Kalau kau menanyakan hal yang sama padaku, akan kujawab; sering. Sangat sering.
Pernah suatu ketika, aku merasa sudah mengunjungi tempat yang justru baru saja kukunjungi. Lain waktu, aku merasa sudah pernah berada di satu situasi yang sebenarnya belum pernah kualami. Sungguh familiar rasanya.

Perihal déjà vu, aku kembali merasakannya. Namun kali ini, aku menyadari betul bahwa sesungguhnya aku memang sudah pernah mengalaminya. Ini nyata, bukan sekadar mimpi atau 'penglihatan' layaknya kasus déjà vu lain.

"Kamu kenapa?"
"Ngg? Nggak apa-apa kok."

Percakapan itu.
Dulu sempat menjadi sebuah awal akan perasaan yang kini kurasakan kembali.
Percakapan itu.
Sudah pernah kuucapkan sebelumnya. Sebelum ini. Jauh sebelum ini. Same conversation, same situation, different place, different person.

Malam itu, aku seolah tersentak.
Mengetahui fakta bahwa aku menyisakan ruang di hati untuknya saja sudah membuatku terkejut, tak percayai apa yang sungguh benar kurasakan adanya. Agaknya percuma saja kuberusaha sekuat apapun untuk menepis rasa yang seharusnya tak meluap ke permukaan ini. Ia tak mau pergi, ingin lebih lama tinggal di hati.

Aku belum siap. Aku takut. Takut awalan ini akan menuju akhiran yang tak kuinginkan, sama seperti yang terjadi di kehidupan yang lampau. Aku hanya tak ingin berakhir pada akhir yang sama. Yang pedih; meninggalkan goresan di hati yang tak lagi kuketahui rupanya.

Mengapa ada hal-hal yang mau tak mau harus kita rasakan walau kita dapat menebak akan mengarah ke mana nantinya?

Thursday, December 19, 2013

Hal Ini #4

Apakah kamu salah satu dari sekian banyak yang percaya terhadap ungkapan "Ketika kamu memimpikan seseorang yang bahkan sedang tidak kamu pikirkan, tandanya orang itu sedang merindukanmu."?

Coba beritahu aku. Aku tidak tahu haruskah aku mempercayainya atau menganggapnya sebuah legenda belaka.

Hal Ini #3

Satu minggu. Selama kurun waktu itu, aku tidak bertemu dengannya. Rindu, sudah pasti. Namun tak ada yang dapat kulakukan selain menunggu liburan usai. Ya. Pertemuanku dengannya hanya akan terjadi kala aku berada di kota rantauan. Kita tidak berasal dari kota yang sama. Itulah mengapa sulit bagiku untuk dapat sewaktu-waktu mengajaknya berjumpa.

Lama tak bersua, akhirnya tibalah saat yang kutunggu.
"Baru juga nggak ketemu seminggu, kamu udah gendutan aja, nih!" Seruku begitu aku melihatnya berjalan dari kejauhan di koridor kampus. Dia menautkan alis.
"Ada juga kamu tuh yang makin gendut. Weeek!" Sial, dia balik mengejekku. Aku memasang muka cemberut. Dia tertawa. Aku menghampirinya, kemudian mencubit perutnya yang kini membuncit. Gemas.

Dia tertawa. Lalu balas mencubit lenganku.
"Iiiiih lengan kamu lemaknya berapa kilo sih?" Godanya. Aku tertawa. Kami tertawa bersama.

Aku dan dia memang sudah lama berteman. Namun kedekatan kita baru terasa beberapa bulan belakangan. Tak pernah terbesit di pikiranku untuk mengubah pertemanan ini menjadi suatu hubungan yang lebih. Walau kuakui, aku memang mengaguminya. Dia seorang yang pandai, tidak banyak bicara, kreatif, low profile, dan yang paling membuatku terkesima, dia tidak segan membantu teman lain saat kesusahan.

Tapi, entah. Akhir-akhir ini aku seolah selalu menunggu momen untuk bertemu dengannya. Seperti hampa saat tak bersamanya. Belum lagi, dia juga sering mengajakku keluar. Sekadar makan siang atau malam bersama, atau bahkan hanya jalan-jalan mengitari kota. Embuh. Ini bukan perasaan yang biasa, karena aku belum pernah mengalaminya sebelumnya.

Mana pernah aku diam-diam menyimpan perasaan yang lebih dari sekadar teman kepada teman baikku. Hingga detik ini, aku selalu mengutarakan apa saja yang kurasa ketika berteman dengan siapapun, termasuk ketika aku menyukainya lebih dari sekadar teman biasa. Tak pernah aku memendam perasaan sebegini hebatnya.

Bagaimana jika seandainya dia tahu perasaan ini?

Proyek #30HariMenulis

Demi meningkatkan produktivitas.

Berawal dari ngobrol-ngobrol ringan sama mas Pandu, kakak tingkat di MMB, tentang gimana caranya jadi blogger yang keren, tercetuslah ide ini. Proyek #30HariMenulis ini sebenernya kubikin supaya aku bisa lebih produktif dalam hal tulis-menulis. Biar balik kaya dulu lagi yang hampir tiap hari posting di blog. Nah, kemarin, aku sudah mengawalinya dengan ngepost Hal Ini #1 dan Hal Ini #2. Oke, publikasinya emang telat. Maaf. :|

Tadi sore, sewaktu kuliah, aku ngajak Ravita, temen sekelas yang hobi nulis juga, buat ikutan proyek iseng ini. Kalau blogger-blogger lain juga berminat ikutan, silakan. Aku malah seneng kalau ada yang pengin ikutan juga. Biar bisa produktif bareng. :D

So guys, if you are interested and wanna join my project, let me know by sending me your blogpost link on twitter or comment on this post. Thank you! ;)

Wednesday, December 18, 2013

Hal Ini #2

Setelah tragedi beberapa waktu lalu, tidakkah aku dapat mengambil, paling tidak, sebuah pelajaran berharga? Jika memang pelajaran berharga itu benar kuambil, lalu mengapa masih saja kulakukan kesalahan yang sama; membohongi perasaan diri sendiri?

Hal Ini #1

"Eh, aku kalau pake ini keren nggak?" Dia bertanya padaku sambil membetulkan lengan bajunya yang pendek. Aku yang saat itu sedang duduk terdiam memandang langit senja, menoleh. Memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung sepatu.
"Waaah, iya! Kamu lebih keren pake baju yang model begini!" Tanpa kusadari, aku menjawab pertanyaannya penuh semangat dengan senyum yang merekah lebar. Dia tersenyum.

Senyum itu.
Tidak pernah aku membayangkan akan sebegini candu. Selama aku mengenalnya, sudah teramat sering aku mendapatkan senyum itu darinya. Namun akhir-akhir ini, seperti ada perasaan yang lain. Yang kosong, ketika sehari saja aku tak menangkap senyum dari bibir itu.

"Trus, aku kelihatan keren kalau pake baju yang kaya gimana lagi, nih?"
Aku terdiam sejenak.
Tidak pernah sebelumnya hatiku membisikkan kalimat ini; kamu kan memang sudah keren. Apa-apaan ini?
"Mmm... kayanya kamu lebih cocok kalau pake kemeja trus lengannya dilipet sampe siku gitu, deh. Trus kumisnyaaa, tetep tipis kaya gitu aja. Lucuk!" Aku terus berceloteh tentang apa-apa yang kurasa akan membuatnya tampil lebih menawan. Dia hanya mengangguk, tersenyum, sesekali melihat kerapihan benda-benda yang menempel di tubuhnya.

Melihatnya seperti itu, tiba-tiba saja senyumku mengembang. Seolah mengisyaratkan betapa ucapanku sangat berarti untuknya. Walau kutahu, sesungguhnya tiada begitu berarti.

"Makasih sarannya, yaa! Aku mau tampil lebih keren lagi dari sekarang!"
Ya ampun, dia begitu bersemangat. Aku hanya tertawa mendengar kata demi kata yang terucap dari mulutnya. Ah, ada apa denganku?

Kembali ku menatap senja.
Indah.
Namun senjaku yang indah kali ini terasa berbeda. Entah. Aku mengembangkan senyum di wajahku terus-menerus tanpa henti. Hingga matahari bersembunyi di balik langit malam. Hingga kumandang adzan maghrib terdengar. Hingga akhirnya kusadari, ada ruang yang tersita di hati.

Monday, December 16, 2013

Ada ONE dalam Indonesia

*bersihin blog yang berdebu* *ceritanya banyak sarang laba-labanya saking lamanya nggak dikunjungi*

Selamat malam, dunia! (bacanya harus pakai nada lagunya Jikustik yang Selamat Malam Dunia)
Hm, sudah lama nggak menyempatkan waktu buat menulis di blog. Terakhir kali kapan, ya? Padahal tahun sudah hampir berganti loh ini. Maaf ya, blog kesayangankuuuu. Aku terlalu (sok) sibuk ini itu hingga melupakanmu.

Oke, cukup basa-basinya.
Beberapa waktu ini, aku sedang kepikiran negeri tempatku berpijak selama ini. Tempatku dilahirkan dan dibesarkan delapan belas tahun ini. Ya. Indonesia.
Entah apa yang membuatku segini kepikirannya sama Indonesia.

Memangnya, apa sih yang ada di pikiranku mengenai Indonesia?

Begini...

Thursday, August 29, 2013

Random

Hi everyone! It's been so long since my last post. Well, I never have the chance to say... Happy Eid-al Fitr 1434 H to you who celebrate. May Allah gives us the power to forgive and forget. Aamiin. :)

Yang kemarin-kemarin sempat baca blogku, pasti udah tau kalau aku ikutan #CeritaDariKamar-nya mas Bara. Namun sayang sekali pemirsah, aku hanya mampu beristiqomah selama tujuh hari saja, padahal dari awal sudah diniati mau diselesein sebulan penuh. Tapi apa daya, beberapa hari belakangan ini ada beberapa hal yang menyibukkanku sehingga nggak sempat buka laptop, apalagi buat nulis blog. Hari ini baru bisa buka blogger namun aku sudah ketinggalan jauh berpuluh-puluh hari dan aku nggak sanggup mengejar ketertinggalannya. Maka, dengan sangat menyesal, kunyatakan; aku berhenti dari proyek #CeritaDariKamar. :(

Oke, terlepas dari proyeknya mas Bara, ada sesuatu yang pengen aku tulis di postingan kali ini. Berawal dari ngomel-ngomel nggak jelas beberapa hari lalu.

Wednesday, August 7, 2013

#CeritaDariKamar Day 7: Kertas Storyboard

Rabu, 7 Agustus 2013.

Sebagai seorang mahasiswi jurusan Multimedia Broadcasting, aku tidak pernah jauh dari hal-hal semacam menggambar, juga dengan kertas dan alat tulis lainnya. Kertas-kertas kumpulan tugas selama aku kuliah di dua semester awal memang tidak pernah aku biarkan begitu saja, apalagi kubuang. Kertas tugas, bahkan kertas soal UTS dan UAS pun masih kusimpan pada satu map khusus.

Di semester dua ini, dosen tiap mata kuliah seperti memberi satu tugas --yang mungkin lebih pantas disebut proyek-- besar yang mengharuskan mahasiswanya membentuk kelompok. Tak terkecuali dengan mata kuliah Storyboard and Storytelling. Bu dosen memberi kami satu proyek akhir; membuat storyboard dan skenario dari satu cerita tiga babak yang telah diseleksi. Sebelumnya, kami ditugaskan untuk membuat sebuah cerita tiga babak, kemudian mengajukan asistensi dan dipilih satu yang paling mendekati struktur cerita tiga babak itu sendiri. Setelah terpilih sebuah cerita, kami pun membentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang untuk kemudian membuat susunan shot list beserta skenario, juga storyboard-nya.

Kebetulan, kelompokku beranggotakan empat orang. Untuk dapat membuat storyboard, kami memerlukan susunan shot list juga script atau skenario yang berisi dialog. Setelah menyelesaikan shot list dan skenario, tibalah saatnya untuk membuat gambaran dari shot list tersebut.

Awalnya, shot list yang dibuat ada enam puluh lima buah. Karena aku kebagian menggambar storyboard urutan nomor 34 hingga 65, maka dengan seijin teman-teman sekelompokku, kurevisilah ia. Selain meringankan tugas (tentunya, hehe), revisi yang kulakukan juga sekaligus demi keefektifan cerita. Maka jadilah shot list final berisi enam puluh buah.

Dalam dua malam, dua puluh tujuh buah storyboard berhasil kuselesaikan. Lalu setelah proses menggambar yang cukup menyenangkan namun melelahkan, aku harus meng-scan gambar-gambar itu dan mengirimkannya pada temanku yang masih berada di Surabaya (waktu itu aku di luar Surabaya) untuk menggabungkannya menjadi satu dengan storyboard sebelumnya dan dikumpulkan.

Mengerjakan sebuah proyek akhir tidak pernah tidak melelahkan. Namun jika kita melakukannya dengan ikhlas, maka rasa lelah itu akan terbayar dengan kepuasan yang kita dapat saat semuanya selesai dengan baik.


*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi Bernard Batubara*





NB:
Selamat hari raya Idul Fitri 1434 H, kawan-kawan semuanya. Maafkan segala kata dan perbuatan yang salah juga khilaf yang tentunya tak lepas dari kehidupan saya. Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik di hari yang baik ini. Minal aidzin wal faidzin, maafkan lahir dan batin. :)

Tuesday, August 6, 2013

#CeritaDariKamar Day 6: Bantal Tazmania

Selasa, 6 Agustus 2013.

Bukan tanpa alasan seseorang memberiku bantal bergambar salah satu karakter Looney Tunes ini. Aku memang suka makhluk berwarna cokelat dengan gigi bertaring itu. Entah dari mana ia mengetahui hal ini, yang kuingat, aku tidak pernah bercerita bahwa aku menyukai Tazmanian Devil.

Bantal ini diberikan saat aku berulang tahun yang ke delapan belas kemarin, bersamaan dengan tas ransel yang disatukan dalam satu kotak kado yang cukup besar. Ia menyelipkan bantal ini di dalam tas ransel, sehingga aku tidak melihat adanya bantal Tazmania dalam kotak kado begitu aku membukanya. Namun saat kuperiksa isi ranselnya, aku menemukan kado lain yang cukup membuatku terheran sekaligus senang.

Aku jarang memakai bantal ini. Bukan karena aku tak menghargai pemberiannya, namun karena aku sudah memiliki tiga bantal lain dengan berbagai macam bentuk dan gambar karakter-karakter kartun. Tapi bantal ini masih kusimpan dengan baik. Beberapa hari lalu, aku mengambil bantal ini dari tempatnya, kemudian kupindahkan ke dalam mobil sebagai teman perjalanan ketika lelah.

Tak banyak yang dapat kuceritakan mengenai bantal ini. Selain belum banyak kenangan yang kulalui bersamanya, aku juga tak lagi ingin mengingat-ingat siapa yang membawa bantal ini padaku.


*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi Bernard Batubara*

Monday, August 5, 2013

#CeritaDariKamar Day 5: Surat Ucapan Terbaru

Senin, 5 Agustus 2013.

Setiap melihat empat lembar kertas yang kupajang di kamarku, aku teringat akan suatu momen. Dua lembar kertas dengan masing-masing satu kata, dan dua lembar lagi dengan bentuk surat ucapan.

Tiga belas Januari lalu, aku mendapat kejutan dari dua orang sahabat terbaikku, Ika dan Elita, kala aku masih dengan pulasnya tertidur. Tanpa membangunkanku, mereka menyanyikan sebuah lagu dengan lantang sambil membawa tulisan Happy Birthday di depan dadanya. Aku melepaskan pelukan guling, menyipitkan mata, kemudian perlahan mengubah posisi berbaringku. Mataku melek secara tiba-tiba dan kemudian tersenyum dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya.

Dari delapan belas tahun pergantian umurku, baru tahun ini aku diberi kejutan macam itu. Ya, hidupku tak seperti tayangan infotainment atau FTV yang menampilkan bentuk-bentuk kejutan ulang tahun. Hari itu aku benar-benar merasa spesial. Aku tak pernah mengharapkan, apalagi menyangka akan dikejutkan dengan cara yang menurutku indah.

Aku selalu suka menyimpan berbagai macam surat. Entah itu surat berisi kabar yang dikirimkan oleh sahabat pena di seberang sana, atau surat kuasa sekalipun, aku suka menyimpannya. Memandang sebuah surat layaknya memandang sebuah foto. Mereka tidak pernah gagal membawaku kembali pada sebuah masa yang memang tak akan terulang. Surat-surat dan foto-foto bercerita.

Dua surat ucapan dari sahabatku ini, membawaku kembali pada momen di mana mereka membuatku merasa spesial. Mereka memang selalu punya cara untuk membuatku merasa spesial, itulah mengapa aku sangat menyayangi mereka berdua.


*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi Bernard Batubara*

Sunday, August 4, 2013

#CeritaDariKamar Day 4: Kacamata

Minggu, 4 Agustus 2013.

Sejak satu bulan lalu, kacamata seolah menjadi teman setia ke manapun aku pergi. Aku memang belum terbiasa memakai kacamata minus, terlebih selama delapan belas tahun ini kedua mataku sehat-sehat saja. Namun semua berubah saat aku mulai merasakan efek blur, utamanya pada siang dan malam hari. Mama menyarankan agar aku memeriksakan mataku ketika aku berkesempatan mengunjungi sebuah rumah sakit.

Hari itu aku tidak pernah menyangka bahwa mataku ternyata sudah tidak sehat lagi. Dokter mata di rumah sakit menyatakan mata kanan dan kiriku minus. Beberapa pertanyaan sempat diajukan dokter, diantaranya adalah apa yang membuat mataku bermasalah. Aku menceritakan bagaimana kehidupan kuliahku selama hampir setahun. Sebagai mahasiswi teknik dan desain (aku berkuliah di kampus teknik dengan jurusan sarat desain), keseharianku tak lepas dari proyektor dan laptop. Tiada hari tanpa menatap layar laptop. Bagaimana tidak, tugas-tugasku mengharuskan mahasiswanya bercengkerama dengan benda elektronik satu itu.

Selain keakrabanku dengan laptop, hampir tiap malam aku masih menyempatkan diri untuk membaca buku. Nah, di sinilah letak kesalahanku selanjutnya. Aku selalu membaca buku dengan keadaan berbaring dan mendekatkan buku dengan jarak kurang dari dua puluh sentimeter dari mata. Teman satu kosku, Ayu, sudah sering mengingatkan agar aku tak melakukannya, namun aku bandel.

Setelah kuceritakan hal-hal tadi, dokter mengangguk paham. Tak berapa lama, beliau memberikanku dua lembar kertas yang entah apa isinya (kau tahu, tulisan dokter sulit dipahami) kemudian menyuruhku untuk segera ke optik. Ucapkan halo pada mata empat.

Di optik, mama menyuruhku memilih beberapa bentuk dan model kacamata yang aku sukai. Ada beberapa, namun kurasa kurang pas untuk dipakai sehari-hari. Akhirnya aku memilih satu kacamata dengan gagang berwarna kuning, walau kuning bukanlah warna favoritku. Namun pada akhirnya, kacamata ini lebih sering kutinggalkan dalam tas. Hanya terpakai saat aku harus menyetir motor sendirian, menulis dan membaca, atau ketika aku menghadapi proyektor pun laptop.


*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi Bernard Batubara*

Saturday, August 3, 2013

#CeritaDariKamar Day 3: Sebuah Buku Lama

Sabtu, 3 Agustus 2013.

Siang tadi aku sempat mengalami kebuntuan akan benda lain apa yang ingin kutuliskan ceritanya dalam lanjutan proyek ini. Mataku tertuju pada sebuah tumpukan buku-buku bacaan di salah satu sudut meja. Dari beberapa buku bacaan yang kupunya, aku memilih buku dengan judul Jadi Penulis Ngetop Itu Mudah karya Lie Charlie sebagai bintang utama cerita hari ini.

Buku ini tipis. Tebalnya hanya 124 + iv halaman saja. Aku bahkan lupa kapan aku membelinya. Lalu kubaca lagi ia, hingga aku temukan halaman terakhir --yang mana juga sebagai sampul belakangnya--. Ada satu tulisan yang kuyakini sebagai tulisanku di pojok kanan atasnya. Rizky Nindy Lestari 17/12/2005 14:06 WIB. Wah, rupanya sudah cukup lama aku membelinya. Delapan tahun silam, aku masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Aku sedikit terkejut dengan fakta bahwa aku sudah memiliki passion dalam bidang menulis sedini itu.

Aku mengingat kembali bagaimana aku bisa mendapatkan buku tipis nan berguna ini. Namun aku gagal. Ya, seperti yang sudah kutulis kemarin, ingatanku seperti ikan mas koki. Di tengah usaha kerasku mengingat-ingat, papa memasuki kamar. Melihatku memegang buku itu, beliau berkata, "Kamu ini punya bakat nulis dari kecil. Mungkin turunan dari papa." Aku menoleh. Masih terdiam. Lalu papa meninggalkan kamarku. Sekarang aku ingat, bagaimana perjalanan buku ini dari toko buku hingga sampai ke tanganku.

Papa suka sekali mengajakku ke toko buku, begitu pun sebaliknya. Waktu itu, papa mengajakku ke Gramedia Basuki Rahmat Surabaya, yang kini menjadi Gramedia Expo. Di sana, aku berkeliling hingga akhirnya menemukan satu judul buku yang menarik. Jadi Penulis Ngetop Itu Mudah: Trik-trik Menulis Handal. Dengan ilustrasi yang lucu bagi gadis seumuranku (waktu itu aku berumur sepuluh tahun), aku lantas mengambilnya, kemudian menunjukkan pada papa. Papa bilang, "Beli aja." Dan, terbelilah buku itu yang masih kusimpan hingga sekarang.

Isi buku ini tidak berat, cocok dibaca penulis muda dan pemula seperti aku di umur sepuluh tahun dulu. Semenjak membacanya, hasrat menulisku semakin membara. Selepasku lulus SD, kuhabiskan tiga tahun masa SMPku dengan menulis banyak sekali cerpen-cerpen maupun (calon) novel. Membaca tulisan-tulisanku dulu membuatku malu, karena di usiaku yang delapan belas tahun dan wawasan yang bertambah ini, aku sudah tidak seproduktif dulu.

Semoga saja pertemuanku kembali dengan buku ini dapat menyalakan api semangatku yang sempat padam beberapa tahun belakangan.


*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi   Bernard Batubara*

Friday, August 2, 2013

#CeritaDariKamar Day 2: Album Foto

Jum'at, 2 Agustus 2013.

Terselip sebuah buku yang tebalnya sedang namun memiliki kelebaran yang lebih besar di antara tumpukan buku di meja kamarku. Sampulnya ialah foto yang sudah diedit dengan logo sebuah perusahaan percetakan foto ternama. Ah, rupanya sebuah album foto lawas. Sedikit berdebu, namun kondisinya masih sangat bagus.

Kuseka debu yang menempel dengan telapak tangan kanan, lalu mulai membuka dan memandangi halaman pertamanya. Ada dua buah foto di sana. Satu fotoku sedang menggendong adik di teras rumah, satu lagi foto adik sedang duduk di sebuah halaman taman bermain. Aku tersenyum mengingat momen yang terjadi kira-kira sebelas tahun silam itu. Semakin aku membuka halaman album foto ini, semakin jauh aku terbawa memori yang hampir tak kuingat lagi.

Dan, oh, di satu foto, tergambar aku sedang dalam gendongan mama dan ada papa di sebelahnya. Aku mengenakan gaun putih dan tampak raut wajah mama papa yang bahagia melihatku. Rupanya itu foto ketika aku merayakan ulang tahunku yang pertama. Aku bahkan sama sekali tidak mengingat momen itu. Aku terlalu dini untuk merekamnya dalam otakku dan ya, aku memang memiliki ingatan seperti ikan mas koki.

Album foto ini berisi banyak sekali kenangan-kenangan masa kecilku yang sungguh menggembirakan. Album ini juga menggambarkan senyuman mama dan papa ketika melihat putri kecilnya bermain dengan kue ulang tahun yang seharusnya dimakan. Pun menggambarkan bagaimana lucu dan menggemaskannya adik yang sekarang sudah tak lagi bisa kugendong. Rasanya ingin mengulang semua peristiwa itu, tapi mustahil.

Melihat keseluruhan isinya mengingatkanku akan rasa syukur. Rasa syukur karena Tuhan telah memberiku kedua orang tua yang menyayangiku dengan teramat bahkan sebelum aku menyadarinya. Karena Tuhan telah memberiku seorang saudara untuk menemani hari-hari bermainku sehingga aku tak akan merasa kesepian. Karena Tuhan mengizinkanku melihat kembali kenangan yang tak akan bisa terulang. Kapan pun.

Terkadang kita sering melupakan momen penting (atau bahkan tidak penting) dalam hidup kita yang di kemudian hari menyadarkan kita akan rasa syukur terhadap apa yang telah diberi olehNya. Tapi sebuah foto dapat merekam bahkan membawa kita kembali pada momen itu. Dari sini, aku berterimakasih pada album foto pemberian mama yang telah menyimpan banyak kenangan yang kini tak akan kulupa.

Kita memang tidak bisa kembali pada satu momen, namun kita bisa mengingat kembali momen itu. Foto berbicara.


*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi Bernard Batubara*

Thursday, August 1, 2013

#CeritaDariKamar Day 1: Gitar

Kamis, 1 Agustus 2013.

Ada satu benda yang sangat kusukai, namun jarang kusentuh. Yap. Gitar lama yang berdiri di pojok kamarku. Pertama kali bisa main gitar waktu kelas 3 SMP. Saat itu aku iseng memetik senar demi senar dari gitar seorang teman yang membawanya ke sekolah. Ketika itu aku sedang buta nada, apalagi kort gitar. Aku hanya asal petik saja, hingga terdengar suatu genjrengan yang kurang merdu didengar.

Sudah lama aku memimpikan kebisaan bermain alat musik, salah satunya gitar. Maka jadilah, aku pun mempelajari cara bermain gitar secara otodidak dan klasik; baca buku panduan.
Tak disangka, aku bisa memainkan beberapa lagu sederhana dari hasilku belajar (tentunya dengan meminjam gitar kawanku karena aku belum punya). Beberapa hari kemudian aku melaporkan hasil belajarku pada mama dan papa seraya merajuk minta dibelikan gitar akustik.

Mama dan papa tak lantas percaya. Lalu aku meyakinkan mereka bahwa aku bisa. Hingga akhirnya, permintaanku dikabulkan. Terbelilah sebuah gitar akustik berwarna cokelat yang sampai sekarang masih kumiliki.

Semasa sekolah dulu, aku sering memainkan gitarku. Mencoba lagu-lagu baru walau aku tak bisa semahir para gitaris. Membuat video cover, walau sering berakhir kacau karena aku lupa kort di tengah jalan. Hingga menemaniku di kala sepi membunuh.

Namun semuanya berubah ketika aku mulai mengarungi kehidupan kuliahku.
Awalnya, aku memang membawa gitarku ke kota di mana aku melanjutkan studi. Tapi sejak sebuah kecelakaan menimpaku dan mengharuskanku untuk menggendong sebelah tangan untuk beberapa bulan, gitar itu dibawa pulang lagi oleh mama. Ya, memang tak mungkin bagiku untuk tetap memetik senar-senarnya dengan keadaan yang seperti itu.

Suatu waktu, aku pulang ke rumahku. Kota tempat di mana aku tinggal selama ini. Saat itu tangan kiriku sudah tak lagi dalam gendongan. Namun tak terpikir olehku untuk segera menyambangi alat musik favoritku yang diselimuti tas gitar berwarna hitam. Hingga suatu hari, seseorang membuatku rindu. Aku ingat, dia pernah berkata padaku, "Kalau kangen, gitaran aja." Ajaib sekali bagaimana satu kalimat dari orang yang kau sayang dapat memunculkan inisiatifmu. Maka, kukeluarkan gitar itu dari dalam tasnya.

Tebak apa yang kudapat.
Gitar itu rusak. Senarnya putus. Kayunya patah. Hatiku hancur melihatnya.
Maafkan aku yang sudah tak lagi menghiraukanmu.
Maafkan aku yang tak pernah merawatmu dengan baik.
Sungguh aku menyesal. Banyak lagu dan kenangan yang terekam dalam gitar ini yang tak akan pernah bisa digantikan gitar lain merk apapun.



*ikutan proyek Cerita Dari Dalam Kamar (#CeritaDariKamar) yang digawangi Bernard Batubara*

Monday, July 22, 2013

#CreativeCharity Surabaya by @shitlicious

Sudah lama nggak ngeblog gara-gara kesibukan kuliyeah, sekalinya ngeblog langsung ngebawa cerita seru. Nggak apa-apa lah yaa maklumin aja, maba (mahasiswa baru) kan suka (sok) disibukin sama jadwal kuliyeah dan kumpul ormawa ini itu. Nanti setelah aku jadi maba (mahasiswa bangkotan), pasti aku bakalan sering-sering ngeblog lagi kaya dulu.

Well, udahlah lupain cerita (sok) kesibukannya aku selama kuliyeah. Nah nah, di postingan yang ini, aku bakalan ceritain satu event yang diadain sama selebtwit kelas A (kemarin MCnya bilang gitu) sekaligus blogger dan penulis favorit kita. Yap. Alitt Susanto a.k.a @shitlicious! *terdengar suara tepuk tangan yang meriah dari kejauhan*
Jadi, kemarin, Minggu 21 Juli 2013, bang Alitt ngadain #CreativeCharity di Surabaya, tepatnya di R.O.D.O Coffee deketnya kampus ITATS. Sebelumnya, acara ini udah terlaksana di Jogja, Semarang, sama Jember. Nah, Surabaya jadi kota keempat yang dikunjungin bang Alitt dalam event #CreativeCharity ini.

Buat kalian yang belum tau atau mungkin bertanya-tanya, apa sih #CreativeCharity? Bisa dilihat di sini. Nah, sekarang kalian udah tau dan bisa ngira-ngira kan acaranya seperti apa? Oke, aku mau cerita dikit tentang #CreativeCharity di Surabaya.

Thursday, June 6, 2013

For The Very First Time

Well, this is a late post actually. A week ago, my classmates and I went to a cool studio in my city for our Photo Camera and Editing's assignment. Yeah, my major study has that PCE subject, as known as Photography class.

So, the theory-of-the-week was Indoor Photography: Studio. I was the asst. coordinator for that and my lecturer told me that we (my classmates and I) had to dress as gorgeous as possible. Exciting, right? We started it off with choosing two themes, then we decided what-to-wear. We picked two simple yet very nice themes, and chose the dress code.

My girl friends suggested me to wear a maxi-skirt but I disagree. I was like, "I wanna make a toughful look! I'm gonna wear my denim pants, brown boots, and a black handbag. Uyeay!" but then I was like, "Let's see where I put my boots for the last time...." and unfortunately I couldn't find my boots. I changed my own concept.

Wednesday, May 29, 2013

Thought of The Day

Don't easily trust someone who says 'forever' in the end of their sentence. Because we all know nothing lasts forever, and that forever doesn't really exist.

Friday, May 10, 2013

Tumpahan Perasaan yang Sengaja Dipendam Sekian Lama

Hari ini, akan kutuliskan hampir semua draft di memo hpku, percakapanku dengan diri sendiri di sebuah aplikasi chat, dan microsoft word laptopku yang sudah sekian lama kusimpan sendiri tanpa ada satu orangpun yang tahu ada cerita apa di baliknya.

Bahkan aku pun harus meyakinkan diri sendiri bahwa aku bukanlah aku, yang dulu, untuk beberapa waktu ini.

Mungkin aku butuh seseorang, atau sesuatu, untuk membagi cerita-cerita yang lama kupendam sendiri. Yang selalu jadi bahan pikiranku ketika larut dan mataku tetap tak mau terpejam. Sungguh, tujuh bulan bukanlah waktu yang singkat bagi seorang aku untuk benar-benar mengubur perasaan yang kian hari kupaksakan untuk pergi namun ia tidak bisa benar-benar pergi. Semakin kupaksa, semakin kuusahakan untuk melupakan, semakin aku teringat. Dan puncaknya, aku menangis mendengarkan sebuah lagu yang, entahlah, liriknya seperti mengisahkan kisah kita.

Monday, April 1, 2013

Dear, Caramu yang Aneh.


Selamat malam, Kamu yang sudah lama menghilang dari benakku.
Ucapkan selamat padaku yang telah dengan susah payah berhasil melenyapkanmu dari pikiran dan (sepertinya) hatiku.
Ucapkan selamat padaku yang telah sukses tidak merasakan cekat di tenggorokan itu lagi saat kembali membaca tulisan-tulisanku tentang kamu.
Namun, tepuk lembut pundakku untuk suatu hal yang tidak pernah kumau dan kuduga sebelumnya; kembali menemukanmu.

Aku benci fakta bahwa aku tanpa sengaja menemukanmu dalam kemayaan ini. Aku benci.

Detik-detik yang kulalui tanpa hadirnya kamu sekelebatpun dalam pikirku, membuat aku dengan lantangnya memproklamirkan diri telah lepas dari jerat bayang-bayang semu milikmu.

Apa kamu tau, kita pernah sekali waktu tanpa sengaja bertemu, dan bahkan hampir bertabrakan?
Tidak. Sepertinya kamu tidak tau. Mungkin juga kamu pura-pura tidak tau.
Saat itu aku terdiam. Aku, seorang yang penuh spontanitas, entah bagaimana benar-benar tak melakukan suatu hal apapun kecuali terus melangkahkan kaki tanpa berteriak bahkan memanggil namamu dalam ke-spontan-an.

Sungguhkah aku hebat?
Hebat karena berhasil terus melangkahkan kakiku tanpa meluncur sepatah katapun dari mulutku yang berhubungan denganmu?

Kemarin, dalam ketaksengajaanku, aku kembali menemukanmu. Kali ini di luar realita. Kutemukan sosok dirimu dalam lini maya ini. Ya, aku tak salah tulis. Maya. Kaget? Terkejut? Tentu saja.

Coba tebak apa yang kulakukan saat detik aku temukan nama dan gambaran wajahmu?

Lagi lagi, sayangnya, aku terdiam.

Wanita penuh spontanitas macam aku terdiam.
Dan kemudian memang hasrat ingin tauku tak dapat terbendung lebih lama.

Lagi lagi, kamu buat aku terkejut.

Kembali kutemukan fakta baru tentang kamu, yang ternyata, mempedulikanku. Dahulu.
Dahulu.

Artinya?
Ya, telah lalu.
Tak terjadi lagi sekarang.
Ah, sudahlah. Untuk apa kupikirkan kembali hal-hal seperti itu?

Aku sudah cukup bahagia dengan hidupku sekarang. Yang jauh dari bayanganmu yang kerap menggangguku. Jauh dari segala harapan-harapan yang kuciptakan sendiri untuk menyayat luka di hati. Untuk membunuh perasaanku terhadapmu. Yang kembali kutegaskan kini, telah benar-benar terbunuh.


Hei, Kamu.
Jangan kembali lagi padaku dengan cara yang seperti itu, ya?
Aku tak suka caramu mengingatkanku akan hal-hal yang kulupakan dengan sukarnya.
Caramu licik. Tak berani menghadapku langsung.
Jika ada kali lain, coba pertemukan cara yang kamu lakukan di belakangku dengan wajahku. Mungkin aku akan menyukainya.

Sunday, March 31, 2013

Sedang tidak ingin menuliskan tulisan yang terlalu panjang, walau memang, sedang butuh dan ingin menceritakan ini dan itu.

Banyak yang kualami beberapa hari ini. Mulai dengan serunya pertandingan futsal di mana aku ikut berpartisipasi di dalamnya, hingga serunya berkenalan dengan teman-teman baru pasca Malam Keakraban PENS 01 yang diadakan beberapa hari lalu.

Aku juga punya cerita tentang betapa kesal dan sedihnya aku. Namun sepertinya, belum waktunya untuk kuceritakan karena aku masih punya hal lain untuk dikerjakan. Tagih ceritaku ini di kemudian hari, ya?

Oh, kutemukan sebaris kicauan ini dalam lini waktu akun Twitterku beberapa hari lalu. Kunobatkan kalimat ini sebagai kalimat favoritku, hingga detik ini.

"Take your chances, push yourself to make the first move. At least you've tried, so there's no more reason to mull over the What ifs."
-@catwomanizer.

Monday, March 11, 2013

(Setengah) Sadar Hukum

Lucu ketika seseorang berkata "Jangan lakukan ini!" sementara dia melakukan hal yang seharusnya "jangan". Bingung? Akan kujelaskan.

Ada kejadian menarik yang kualami hari Minggu ini. Malam tadi, diajak mama belanja beberapa keperluan ke salah satu hypermart dekat rumah. Sepulangnya belanja, mama bilang mau isi bensin dulu ke SPBU sebelah. Maka jadilah kami beranjak mengisi bensin motor, yang kebetulan berplat merah karena motor dinas.

Sampai di SPBU, seorang bapak paruh baya pengisi bensin bilang, "Merah! Pertamax!" Ya, maksud bapak itu adalah karena motor yang mama kendarai berplat merah, maka nggak boleh ngisi bensin jenis Premium. Harus Pertamax. Aku manggut-manggut saja sambil berpikir, "Hmm, bapak ini rupanya patuh aturan, tapi nggak tau kalau motor dinas ini boleh-boleh saja diisi premium." Lalu aku tersenyum kecil.
Belum habis rasa kagumku pada bapak itu, aku menoleh ke sebelah kiri. Ternyata ada bapak-bapak paruh baya lain yang membawa 4 jerigen (tabung) besar kosong dengan motor, yang kuyakin niatnya ingin mengisi bensin secara penuh dalam jerigen tersebut.

Di sini aku belum terpikirkan apapun. Hingga mama bilang, "Bapaknya apaan deh lebay amat!" dan kujawab dengan, "Ya berarti bapaknya mematuhi aturan yang berlaku, ma." "Ya iya, plat merah gaboleh isi premium, tapi ada orang bawa jerigen dibiarin." Aku diam.

Nah, sudah tau kan di mana letak 'kelucuan'nya? Iya. Bapak pengisi bensin tadi mematuhi aturan cuman setengah-setengah. Dan itu, mungkin, membuat mama muak. Memang seharusnya kalau kita berniat untuk menegakkan hukum (karena itu kewajiban kita sebagai seorang warga negara yang baik), ya tegakkanlah hukum itu dengan setegak-tegaknya. Bukan setengah-setengah. Contohnya, kejadian yang kuceritakan ini. Aku menghargai niat bapak pengisi bensin untuk mematuhi aturan yang telah dibuat, namun alangkah baiknya kalau bapak tadi juga menolak dan mengingatkan orang yang berniat ngisi jerigen-jerigen besarnya dengan bensin. Bukankah hal seperti itu juga dilarang? Dan harusnya memang ada tindakan tegas dari karyawan SPBU untuk menolak dengan kekeuh orang-orang yang maunya kulakan bensin di SPBU.

Ketika kutanya mama perihal kendaran berplat merah yang ada di puskesmas, mama memberikan jawaban bahwa kendaraan dari dinas kesehatan dengan plat merah nggak wajib diisi dengan bensin jenis Pertamax, karena memang masih termasuk subsidi dari pemerintah. Entah aku juga nggak terlalu mengerti maksudnya atau benar enggaknya. Yang jelas, yang kusoroti di sini adalah; Bagaimana kita menegakkan hukum secara tegas dan nggak setengah-setengah mengingat kita juga memiliki kewajiban itu sebagai seorang warga negara.

Mungkin aku memang bukan seorang warga negara sempurna yang selalu taat hukum, tapi setidaknya, aku sudah melakukan apa yang harus kulakukan dengan nggak melanggar hukum yang ada. Dimulai dari hal kecil seperti memakai helm ber-SNI, nggak melanggar rambu lalu lintas, dan nggak mainan HP saat berkendara.

Sunday, March 10, 2013

Five Days Review

I'm back again in my lovely home, place where you can be yourself without any fear of being judged. I miss my blog so much, and I have stories to tell about what I've been trough during these five days of college.
Well, before I begin the stories, I want to post photos of me wearing my college outfit. So, I wore maxi skirt for months because of our (me and my classmates) consequences. I didn't used to wear maxi skirt, so I found difficulties in wearing it.



All clothes unbranded, Baby-G watch. Expectation: Mom's wedges. Reality: Fladeo flats.

Sunday, March 3, 2013

Back to Reality

My holiday is finally over! Well, this is my last day in Pasuruan. I'm gonna back to reality very soon indeed. Back to daily routine, back to college, and I guess I'll say, "Hello, stress!" immediately. Yeah, assignments and meetings. People and feelings. Ouch.
My positive thought tell me: "You'll love your new semester, honey! You're gonna do and experienced something new! Say yeay!"

I wish I have someone I can talk to everyday and give me support in my worse days. Btw, I went to 1001 IDE few days ago. Such an awesome event! You did great, guys! I took some photos of course, here they are.


















Friday, March 1, 2013

Dooooing Thissss and Thatttttt

Had nothing to do while my parents were leaving, but then found an old forgotten software that can record and fix audio things. So I recorded myself singing Terjebak Nostalgia by Raisa and Percayalah by Ecoutez. I upload them to my SoundCloud account. It's kinda accapela so there's no any instrument.

By the way, it's March already! Well it means that I'm going to my daily routine in three days. Wish me a good start, will you? ;)


PS:
Happy Friday all! Thank God it's (finally) Friday!

Wednesday, February 27, 2013

Dear, Kamu. #part2


Hari ini, aku (lagi-lagi) ketik nama lengkapmu di kolom pencarian Google dan menemukan satu hal yang kulewatkan dulu. Memang nggak begitu penting, bagi kamu, bagi sebagian orang, namun buatku, sedikit informasi tentangmu adalah sesuatu yang perlu aku tau.

Featured!

Search keyword "nindunia.blogspot.com" on Google and found that my post about photoshop tutorial (you can read it here), had been repost by two other blogs on blogspot. Check it out here and here. Anyway, I appreciate you guys for still put my blog link into your post, so that you don't break the copyright. And thank you for spreading and sharing good and useful things! :)

Tuesday, February 26, 2013

Dear, Kamu.


Hei kamu. Iya, kamu yang dulu pertama kali sms aku hari Jum'at tanggal 31 Agustus 2012 dengan isi "Bosen rek." Iya, kamu yang dulu, entah bener atau enggak, nungguin aku pulang kuliah hari pertama di depan parkiran, lalu nyapa aku lewat temenmu, dan akhirnya pulang setelah aku ambil motor di parkiran. Iya, kamu yang dulu bantuin aku benahin segala sesuatu printilan tugas ospekku yang belum selesai.

Monday, February 25, 2013

Bring Me Back to High School

Watched this video and suddenly miss my high school with all the little things...


I wish I could go back to that time when everything seemed so easy and less stress. I miss the making of that video. I miss my high school friends.

Rainy Sunday

"Sunday morning rain is falling.. Steals some cover shares some skin.."
Woke up in the morning with rain pouring down outside my nana's house. Mom offered me to accompany her and my auntie to shopped some stuff but I said no. I prefer to sleep under my blanket on this rainy Sunday but I asked her to brought me some food and auntie gave me a supernice moodbooster. Thanks, auntie!


Nevada top, Logo jeans, Fioni flats, unbranded bag

Anyway, my holiday's gonna end by March the third! I know it's too soon and I blamed myself for not doing anything on this holiday. But, I still have the next seven days, right? So I have to spend the rest of my holiday to do something that makes me happy. I will.

Sunday, February 24, 2013

New Tools

Bought two brand new make up kits this evening since I am eighteen now. My friends now wearing make up here and there, and I feel like I'm the only one who can't apply any make up on my face. In fact, I had no face powder until last year, when mom told me that I had to buy a face powder or lipgloss or lipbalm or something feminine. And I finally said yes, because I realized that I am no longer a high-schooler.

Went to Wapo Resto with my mom's high-school friends, and got a really tasty fried rice. By the way, had so much fun today with family. My auntie and uncle had arrived from Banjarbaru, Kalimantan to Surabaya and we keep telling each other about this and that, about how well the things going this far. Feel blessed, alhamdulillah :)




Gifted dress from Ika, Mom's legging, Fleurette flats, Baby-G watch


stay in touch! follow my updates on

Saturday, February 23, 2013

A Little More Happiness

Seems so long since my last post. Well, hello again! Ran out of pulse and signal and got so many things to do that I can't even open my laptop for awhile.
Went to Malang last Sunday, with my crazy-mate, Yesi, and my family. We had lots of fun there! Mmm, not that fun, actually, because the rain was pouring down and my mom and dad seemed so upset because they think I went too far from the last place I visited. So Yesi's cousin turned his motorcycle and we went back to Alun-Alun Malang, the place where my parents were waiting.

I wore these outfits that day. And for no particular reason, I pictured myself wearing my alma mater jacket. Do I look like a college student? Haha :D

Oh, I went to Noodle Inc. and tried their Mie Tarik Ayam. It tastes sooooo yummy and I want to go back there and taste their other menus. What makes the resto different from others is that they make the noodle by themselves. And the interior? Woah, I never go to a resto that have a woody and vintage and artistic interior like that. I think I fell in love with it! Woohoo.





















Unbranded top, Logo jeans, Fioni flats, Baby-G watch


stay in touch! follow my updates on