Monday, December 31, 2012

Habibie dan Ainun

Hari ini sebenernya udah direncanain kalo mau ngabisin waktu buat nonton, karena Sabtu Malam kemaren (inget ya, Sabtu Malam) acara nontonnya gagal gara-gara gaada pulsa buat nge-iya-in ajakan nonton dari Sofyan, temen SD. Jadilah kami nonton yang paling pingin ditonton, Habibie Ainun.

Jauh sebelum buku Habibie Ainun bahkan filmnya keluar, aku pribadi sih sudah tau betapa cintanya pak Habibie sama bu Ainun. Tapi aku belum tau jalan cerita kehidupan beliau kaya gimana, dan baru tau tadi pas nonton filmnya.


Film ini diangkat dari buku berjudul sama, yang ditulis sendiri oleh pak Bacharuddin Jusuf Habibie. Aku memang belum baca bukunya, tapi setelah nonton filmnya tadi, aku langsung search bukunya di Google dan nemu beberapa cuplikan dari blog-blog orang. Jempol empat deh buat Reza Rahadian dan Bunga Citra Lestari yang menurutku udah berhasil banget meranin pak Habibie dan bu Ainun.

Apa yang digambarkan dalam bukunya pak Habibie, bisa divisualisasikan secara apik dan rapih oleh sutradaranya, mas Hanung Bramantyo. Begitupun aktornya, Reza Rahadian keren banget bisa ngebawa emosi dan nyampein apa yang ada dalam film ini. Selama film ini diputer, aku ngga berhenti senyum dan ketawa, bahkan sampe ngerasa nyesek ketika ada adegan bu Ainun dirawat di rumah sakit di Muenchen.

Well, aku ngga akan ngebahas detail filmnya kaya apa. Aku cuman mau share apa yang aku rasain ketika aku nonton film ini. Menurutku, ngga ada lelaki lain yang ngalahin betapa manis dan tulus cinta seorang pak Habibie kepada istrinya, bu Ainun. Aku sampai nyari foto asli pak Habibie saat nemenin bu Ainun dirawat di RS LMU, dan nyocokin fotonya sama adegan di film. Sama. Persis. Dan bikin terharu.


Pada suatu hari, baru sekitar pukul 12.00 diperbolehkan masuk ke ICCU kamar Ainun. Saya dua jam terlambat, walaupun sejak pukul 09.30 sudah menunggu di kamar tunggu ICCU. Hal itu terjadi karena keadaan darurat akibat pelaksanaan operasi yang tidak direncanakan sebelumnya, maka semua pengunjung belum diperbolehkan masuk ke ICCU. Baru sekitar pukul 12.00 saya masuk. Ketika masuk, Ainun sedang menangis.

                Saya langsung bertanya: “Ainun mengapa nangis? Sakit?”

                Ainun menggelengkan kepala. Lalu mata saya mengarah ke alat-alat elektronik dan segala peralatan yang dipasang di tubuh Ainun dengan sekitar 50 alat transfusi dan infusi sambil mengucapkan:

                “Takut sama peralatan ini?” Ainun menggelengkan kepalanya lagi. “Saya mengerti sekarang. Kamu mengira telah terjadi sesuatu pada saya?”

Baru Ainun mengangguk kepalanya. Walaupun pada waktu itu Ainun dalam keadaannya sadar. Ainun hanya bisa mengangguk dan menggelengkan kepala karena di mulutnya dipasang alat pernafasan. Saya amat terharu karena dalam kaadaan saat dan dirawat secara intensif tersebut, Ainun masih saja memikirkan kesehatan saya.


Kalimat-kalimat barusan adalah kutipan dari website ini yang diceritakan sendiri oleh pak Habibie. Entah apa yang bisa kuungkapin lagi. Speechless iya. Terenyuh iya. Pak Habibie, I'm sure bu Ainun proud to have you as her beloved husband. Bahkan mamaku pun bilang, "Gaada lelaki yang kaya pak Habibie di jaman kaya gini. Apa masih ada?" Ya, pak Habibie memang one of a kind. A real man. A real husband. Cinta pak Habibie dan bu Ainun adalah cinta sejati yang sesungguhnya, yang murni karena Allah.

Film Habibie & Ainun ini bener-bener merasuk banget. Emosinya dapet, pesan yang disampein melalui film itu juga dapet, pokoknya gaada kata-kata yang bisa ngedeskripsiin betapa film ini masuk dalam list film Indonesia terbaik versiku. Bahkan, anak cowok sebelah tempat dudukku waktu nonton tadi, yang keliatannya berandal abis, bisa nangis gara-gara nonton film ini. Waktu aku keluar studio, banyak bapak-bapak dan ibu-ibu, remaja yang terlihat ngusap air matanya. Aku sendiri nangis pas adegan terakhir, dimana pak Habibie ngunjungin makam istrinya, mengusap dan mencium nisannya, itu bener-bener adegan real, ngga dibuat-buat, dan mengharukan banget. Adegan-adegan lain dalam film ini ngga ada yang se-heartbreaking adegan terakhir.

Pak Habibie adalah contoh suami idaman di era seperti ini. Bu Ainun juga contoh istri idaman. Dan rasa-rasanya, quote "Di balik pria sukses, ada wanita yang hebat" itu baru bener-bener dapet feelnya ketika aku nonton film ini. Aku ngerasa quote itu 'tersembunyi' dalam film ini. Dalam kehidupan nyatanya pak Habibie dan bu Ainun lebih tepatnya. This is what they call unconditional love.


PS:
Kebetulan nemuin puisi (atau mungkin surat) dari pak Habibie untuk bu Ainun.





Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.

Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

Selamat jalan, calon bidadari surgaku ….

B.J. Habibie

No comments:

Post a Comment

Thanks for stopping by. You seem nice. You are welcome to leave any comments here.